2

Untuk GIE yang Terkadang Merasa Kesepian


Untuk Gie yang terkadang merasa kesepian,
duduklah sebentar. Pandanglah langit dari lembah kasih, Mandalawangi yang kamu cintai.

“Akhir-akhir ini saya selalu berpikir,
Apa gunanya semua yang saya lakukan ini.
Saya menulis, melakukan kritik kepada banyak orang…
Makin lama semakin banyak musuh saya dan
Makin sedikit orang yang mengerti saya.
Kritik-kritik saya tidak mengubah keadaan.
Jadi, apa sebenarnya yang saya lakukan…
Kadang-kadang saya merasa sungguh kesepian.”

yang seketika ingin kukatakan setelah membaca tulisan ini pertama kali adalah, "Kamu ada di kenangan kami, Gie."
Apa gunanya dikenang? Mungkin itu yang akan kamu tanyakan ulang. Emm, maaf. Aku pun sedikit ragu menjawab. (mungkin) ada di kenangan beberapa orang lebih baik daripada tidak sama sekali. Seperti jasadmu yang entah sudah dimana, bersatu bersama udara kala itu. Saat dimana abu-abu dari pembakaran jasadmu dibiarkan tidak menjadi satu.

Keinginanmu tercapai sudah. Tuhan mendengar doamu. Nasib baik yang kamu letakkan pada urutan kedua, ialah mereka yang dilahirkan lalu mati muda. 

Aku berada pada spasi yang terlalu jauh dibandingkan titik dimana kamu masih ada. Bahkan, Ayahku baru berusia 8 tahun saat dimana kamu pergi untuk selamanya. Khayalanku tentangmu mungkin banyak yang keliru. Seperti imajinasi perihal perawakanmu yang meski berani, namun tetap tidak melupakan menyebut perihal cinta.

Sebuah Tanya
(Soe Hok Gie)

Akhirnya semua akan tiba pada pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui.
Apakah kau masih berbicara selembut dahulu
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku.
(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, kenbah Mandalawangi.
kau dan aku tegak berdiri melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)
Apakah kau masih membelaiku selembut dahulu
ketika kudekap kau dekaplah lebih mesra,
lebih dekat.
(lampu-lampu berkedipan di Jakarta yang sepi
kota kita berdua, yang tau dan terlena dalam mimpinya
kau dan aku berbicara tanpa kata, tanpa suara
ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)
apakah kau masih akan berkata
kudengar derap jantungmu
kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta
(haripun menjadi malam kulihat semuanya menjadi muram
wajah-wajah yang tidak kita kenal berbicara
dalam bahasa yang tidak kita mengerti
seperti kabut pagi itu)
manisku, aku akan jalan terus membawa kenangan-kenangan
dan harapan-harapan bersama hidup yang begitu biru.

Aku pun terkadang merasakan kesepian sepertimu, Gie. Ditengah kesibukan yang terkadang membuatku pun bertanya, "pada akhirnya untuk apa semua ini" . Ditengah terpisah jutaan spasi dengan beberapa orang yang kukasihi. Seperti pagi itu, saat pada akhirnya aku menulis sebuah bentuk kesepian dibalik 'kebisuan semesta' . 
Bahkan disana, aku mengutip beberapa kalimat bukti kecintaanmu terhadap Pangrango yang dingin dan sepi.

Pada akhirnya, kembali kukatakan. Ini untuk Gie, yang menyebut dirinya pun terkadang merasa kesepian dibalik setiap 'pertempuran' dan ketegaran.


 

2 komentar:

Terimakasih sudah berkunjung dan berkomentar....
Mari saling menginspirasi =)

Back to Top