0

Dari Kutub Utara untuk Kutub Selatan


Aku, yang merasakan apa yang kau rasakan. Yang mendamba untuk mengalami. Aku, yang telah menuliskan surat-surat cinta kepadamu. Surat-surat yang tak pernah sampai. 
(Filosofi Kopi, Dee)”

Bolehkah aku jadikan dingin yang sama kita rasakan sebagai alasan untuk bertahan? 

Sudah ribuan tahun kita menunggu untuk bertemu. Karena arti dari saat kita bertemu adalah kemusnahan semesta. Maka, aku dan kamu yang berjauhan tak lain adalah demi semesta seimbang. Bukankah begitu?

Aku sempat tak tahan, aku ingin mencair dan bersatu denganmu di selatan. Atau, kita putuskan sama-sama mencair dan bersatu di satu titik? 
Tapi, apa jadinya nanti? Kasihan mereka yang sepertinya lebih menderita dibanding kita. Mereka yang mampu berjalan menggapai yang disayang tanpa khawatir merusak keseimbangan, tapi justru hanya diam mematung bersama kesepian. Biarkanlah… aku akan lebih bersabar memberi mereka kesempatan. 

Cintaku masih bisa menunggu. 
Meski beberapa kali aku merasa ada yang janggal. Kamu tentu paling tahu, aku lebih sensitif. Aku mudah retak, apalagi jika dibandingkan denganmu yang kokoh dengan sebutan es abadi. Ingat kan? Aku adalah lautan beku. Bagian dari diriku sudah ada beberapa yang retak dan tidak kembali utuh. Kamulah penyebabnya. Asumsiku bahwa aku akan kehilanganmu membuatku memilih retak dan cair bersama aliran air, menujumu… memastikan bahwa kita masih baik-baik saja meski belum bisa bertemu.

Di jaman seperti sekarang, mereka menyebut kita pasangan LDR. Aku yang selama ini baik-baik saja melihatmu ditemani kawanan pinguin, juga dikelilingi lautan-lautan lain yang bukan aku, kini mulai resah. Kamu tidak lagi seperti dulu; rajin mengabariku, membagi cerita denganku, juga.. tertawa bersamaku. 
Hembusan angin dari selatan tak lagi sama. Ia hanyalah angin, kosong tanpa pesan apapun yang kamu titipkan.
Aku kembali resah, haruskah aku kembali retak dan benar-benar melakukan perjalanan bersama lautan kearahmu?

Wahai kutub selatan, aku rindu kita yang dahulu. Saat berjauhan tetap mampu memberi candu, bukan ragu-ragu .

Ini surat kesekian, balaslah. Aku tunggu suratmu, di utara.


0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah berkunjung dan berkomentar....
Mari saling menginspirasi =)

Back to Top