Surat dari Anjali Untuk Rahul

Hai, Rahul.

Aku harap kamu membaca surat ini dengan Tina yang ada disampingmu.

Aku akan pergi. Semoga tidak apa-apa, mengambil keputusan ini setelah lama kita bersama, sebagai 'sahabat' saja, sepertinya. 

Aku berlebihan? Ya, akan terlihat berlebihan jika dari sudut kamu memandang. Bergeserlah 180 derajad, pandanglah dari sudut berlawanan, sudutku.

Tidak ringan mengangkat tubuh tegap melihatmu, mendengarmu, dan mengamatimu yang sedang kasmaran dengan wanita lain, yang bukan aku.

Ingat saat kelas Miss Braganza? Saat ia bertanya tentang definisi cinta. Apa jawabmu saat itu? Kamu bilang cinta adalah persahabatan. Aku mulai delusional seketika itu. Berpikir ulang, perhatianmu selama ini, kebersamaan kita, cerita yang sama-sama kita bagi adalah bentuk lain dari..... Cinta!

Padahal, apa yang terjadi? Kalimat itu kamu ucapkan semata-mata hanya karena ingin Tina menerima gelang persahabatan darimu. Aku tahu belakangan. Saat sudah terlanjur hanyut dalam delusi.

Tenang saja, kamu akan terbiasa. Sebenarnya, tanpa kamu sadari selama ini kamu-lah yang seolah memintaku pergi. Sikapmu, yang seperti.... ah, sudahlah!

Setelah benang ekspektasi tinggi yang kusut membelitku ini berhasil ku urai, mungkin aku akan siap bertemu lagi. Entah berapa tahun lagi, aku tidak bisa menjanjikan sekarang. Dan, aku harap saat itu kamu tahu. Aku, yang sudah kusut terbelit ekspektasi ini, menjadi begini pun adalah andil dari sikapmu. 

Saat kuputuskan, cintaku ini berlabuh untukmu ; sudah kulihat, banyak hal menyedihkan akan menimpaku
biarkan aku pergi, tak sanggup ku pikul cinta sendiri yang penuh kontradiksi

Satu pesanku. Berhentilah memberi perhatian semu. Jika pilihanmu sudah jatuh untuk Tina, maka seriuslah.  Jika tidak serius, maka jangan main-main. Karena terlalu banyak kamu bermain dengan perhatian dan kasih sayang, akan ada hati perempuan yang telanjur berekspektasi (lagi). Kamu paham -kan, Rahul?

Dariku: Anjali, kutulis saat sudah diatas kereta. Bersiap pergi.