*Sepenggal kisah perempuan*
Aku membangunkan raga yang hampir tertidur. Berusaha membahasakan apa yang pikiranku pikirkan….
Dulu, kami saling mengetahui dengan tidak sengaja. Mengenal… memahami hingga akhirnya merasakan.
Bukan mudah, hingga bisa dikatakan sulit. Adat kami berbeda, keluarga kami berbeda, prinsip keluarga kami? Ya… juga berbeda.
Aku bertahan,karena ku yakin cintaku kepadamu…
Baris diatas adalah kutipan lagu Rio Febrian-Aku bertahan. Begitu sering ku nyanyikan bahkan selalu terputar secara otomatis dalam JetAudio otakku.
Aku bertahan, setidaknya itu yang selalu ku coba dan ku sugestikan dalam setiap tindakan yang ku perbuat…
Bertahan dengan kehidupan rumah tangga yang rumit. Tidak hanya tentang aku dan dia, tapi juga tentang keluargaku dan keluarganya..
Kami bahagia, sangat bahagia. Tentu saja karena rasa sayang melimpahnya yang selalu membuatku merasa menjadi no.1 setiap saat. Dari sini aku belajar, mulai membatasi perasaan bahagia yang mungkin bisa berubah kapan saja. Bukan takut, tapi tidak juga berani. Aku hanya mencoba melindungi hatiku untuk tegar kapanpun roda kehidupan berputar.
Aku masih bertahan dengan segala macam perbedaan yang masih sulit disatukan meski sudah berjalan 2 tahun.
Hingga saat itu, aku menemukan catatan kecil suamiku, dari sahabatnya. Tidak Cuma 1,mungkin 2,3, 4 atau puluhan sahabatnya. Seketika aku merasa diriku begitu menyedihkan… seketika aku merasa asing. Kemana saja aku? Kenapa aku tidak tahu panggilan akrab teman-teman suamiku padanya? Hemmm…. Aku belum mengenal kehidupannya secara lengkap, sangat tidak adil. Suamiku begitu mengenal kehidupanku dan memahamiku, tapi aku tidak melakukan itu padanya. Aku merasa begitu menyedihkan.
Jet Audio otakku rusak, berulang kali kukirimkan pesan singkat agar lagu Aku bertahan-Rio Febrian dapat kuingat dan ku nyanyikan.. tapi, kini tidak bisa lagi.
Ternyata, aku rapuh untuk terus bertahan. Aku tidak berani mengenalnya lebih jauh lagi, aku takut semakin tersadar bahwa ternyata selama ini aku tidak mengenalnya.
Pasti terdengar bodoh dan hiperbola, tapi inilah aku, perempuan yang tiba2 kehilangan keteguhan untuk bertahan hidup dengan suamiku. Aku sudah cukup tidak adil padanya, juga untuk diriku sendiri…terlebih pada keluargaku.
Hal kecil ini menyadarkanku pada kenyataan2 besar lainnya. Perbedaan prinsip kami, harusnya aku tidak melangkah sejauh ini. Meninggalkan jati diriku, keluargaku bahkan Tuhanku.
Sudah saatnya aku kembali. Tuhanku telah memanggilku dengan sentilan kecil yang berarti besar.
Ku tinggalkan secarik kertas tanda permintaan maafku beserta surat cerai di dalam amplop cokelat. Pasti akan menyakitinya, tapi hal ini yang akan membuatnya menemukan kebahagiaan yang lain. Itu juga yang akan terjadi padaku, aku yakin karena Tuhanku telah menjanjikan itu padaku.
*terinspirasi dari sepenggal kisah seorang perempuan*
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung dan berkomentar....
Mari saling menginspirasi =)